Sidat Kita
Sidat Kita |
Pantai Selatan Indonesia menyediakan bibit sidat secara melimpah dan cuma-cuma. Pasar luar negeri pun siap menampungnya bahkan berani mematok dengan harga tinggi. Namun hingga saat ini pembudidaya sidat masih sepi peminat. Peluang yang disia-siakan?
Kelezatan olahan belut bisa jadi banyak yang sudah membuktikannya. Tapi bagaimana dengan sidat? Mendengar nama binatang ini, mungkin sebagian dari Anda ada yang mengernyitkan dahi. Bisa dimaklumi, selain jarang dijumpai di pasar ikan, karena harganya yang tergolong mahal, sidat ternyata kalah popular dengan saudaranya yakni belut.
Meski terlihat mirip, menurut Halim, sidat bukan belut. Secara fisik belut memiliki bentuk kepala lancip dan bulat, sedangkan hewan yang juga dikenal dengan nama moa ini mempunyai bentuk kepala segitiga, badan berbintik-bintik, dan ekor yang mirip ekor lele. Sidat juga bukan belut berkuping. Karena, yang selama ini dianggap telinga, sebenarnya adalah sirip.
Dilihat dari ukurannya, panjang tubuh belut akan mentok di kisaran 60 cm. Sedangkan panjang sidat berkisar 80 cm−100 cm (sumber lain menyatakan, panjang sidat bisa mencapai 125 cm, red). Bobot terberat binatang ini juga bisa menyentuh angka 1 kg. Bahkan, di Pulau Enggano, Propinsi Bengkulu beratnya bisa sampai 10 kg!
Uniknya, permintaan akan sidat justru lebih banyak datang dari luar negeri terutama negara di kawasan Asia Timur. “Untuk pasar ekspor, dulu sidat yang diminta seberat 200 gr−250 gr. Sekarang permintaan lebih banyak untuk sidat yang beratnya lebih 500 gr tapi kurang dari 1 kg. Harga belinya Rp90 ribu, tapi kami menawarkan Rp120 ribu per ekor,” ujar pria, yang biasa disapa Pak Haji ini.
Untuk baby sidat, Pak Haji melanjutkan, pasar ekspor berani membayar Rp700 ribu−Rp900 ribu per kilogramnya lebih tinggi dari pasar lokal yang mematok harga Rp400 ribu−Rp600 ribu per kilogramnya. “Satu kilogram berisi 5 ribu−7 ribu ekor baby sidat berumur sehari dan berukuran 2 inci," jelas supplier sekaligus pelatih pembesaran sidat ini.
Benih sidat yang disediakan oleh alam secara gratis dan melimpah ini, dapat diperoleh di sepanjang Pantai Selatan hingga Filipina. Hewan tersebut sering muncul ke permukaan pantai saat tak ada cahaya bulan. "Dulu, saya memperolehnya di Cilacap. Tapi, ukurannya agak besar. Sementara, untuk yang masih baby, banyak terdapat di sepanjang Pantai Selatan," kata kelahiran Brebes, Jawa Tengah, 67 tahun lalu itu.
Di samping yang bermotif polos, ia menambahkan, ada juga sidat (Latin: Anguilla Sp, red.) yang bermotif kembang, yang banyak dijumpai di Indonesia Bagian Timur. "Rasanya sih sama saja, sangat gurih. Karena, ia mengandung minyak dan protein tinggi," ucap Pak Haji, yang memiliki stok 1 ton sidat jenis Anguilla Marmorata ini.
Kelezatan olahan belut bisa jadi banyak yang sudah membuktikannya. Tapi bagaimana dengan sidat? Mendengar nama binatang ini, mungkin sebagian dari Anda ada yang mengernyitkan dahi. Bisa dimaklumi, selain jarang dijumpai di pasar ikan, karena harganya yang tergolong mahal, sidat ternyata kalah popular dengan saudaranya yakni belut.
Meski terlihat mirip, menurut Halim, sidat bukan belut. Secara fisik belut memiliki bentuk kepala lancip dan bulat, sedangkan hewan yang juga dikenal dengan nama moa ini mempunyai bentuk kepala segitiga, badan berbintik-bintik, dan ekor yang mirip ekor lele. Sidat juga bukan belut berkuping. Karena, yang selama ini dianggap telinga, sebenarnya adalah sirip.
Dilihat dari ukurannya, panjang tubuh belut akan mentok di kisaran 60 cm. Sedangkan panjang sidat berkisar 80 cm−100 cm (sumber lain menyatakan, panjang sidat bisa mencapai 125 cm, red). Bobot terberat binatang ini juga bisa menyentuh angka 1 kg. Bahkan, di Pulau Enggano, Propinsi Bengkulu beratnya bisa sampai 10 kg!
Uniknya, permintaan akan sidat justru lebih banyak datang dari luar negeri terutama negara di kawasan Asia Timur. “Untuk pasar ekspor, dulu sidat yang diminta seberat 200 gr−250 gr. Sekarang permintaan lebih banyak untuk sidat yang beratnya lebih 500 gr tapi kurang dari 1 kg. Harga belinya Rp90 ribu, tapi kami menawarkan Rp120 ribu per ekor,” ujar pria, yang biasa disapa Pak Haji ini.
Untuk baby sidat, Pak Haji melanjutkan, pasar ekspor berani membayar Rp700 ribu−Rp900 ribu per kilogramnya lebih tinggi dari pasar lokal yang mematok harga Rp400 ribu−Rp600 ribu per kilogramnya. “Satu kilogram berisi 5 ribu−7 ribu ekor baby sidat berumur sehari dan berukuran 2 inci," jelas supplier sekaligus pelatih pembesaran sidat ini.
Benih sidat yang disediakan oleh alam secara gratis dan melimpah ini, dapat diperoleh di sepanjang Pantai Selatan hingga Filipina. Hewan tersebut sering muncul ke permukaan pantai saat tak ada cahaya bulan. "Dulu, saya memperolehnya di Cilacap. Tapi, ukurannya agak besar. Sementara, untuk yang masih baby, banyak terdapat di sepanjang Pantai Selatan," kata kelahiran Brebes, Jawa Tengah, 67 tahun lalu itu.
Di samping yang bermotif polos, ia menambahkan, ada juga sidat (Latin: Anguilla Sp, red.) yang bermotif kembang, yang banyak dijumpai di Indonesia Bagian Timur. "Rasanya sih sama saja, sangat gurih. Karena, ia mengandung minyak dan protein tinggi," ucap Pak Haji, yang memiliki stok 1 ton sidat jenis Anguilla Marmorata ini.
By. Sidat Kita
{ 4 komentar... Views All / Send Comment! }
AssWrWb. Saya dari Jawa timur. Mojosari Kab. Mojokerto. Bolehkah saya mendapatkan bibitnya Pak Haji. Kalau boleh saya harus menggantinya. ATau bisakakah saya bisa belajar untuk budidayanya. Maturnuwun.
Achmad Toto Poernomo.
Desa Ngrame Mojosari-Mojokerto Jawatimue
email : achmad.toto.p@gmail.com
08165434137
Assalamu'alaikum wr wb.
Pak Haji, saya ingin sekali belajar mengenai budidaya ikan Cidat bersama pak haji agar saya punya pengetahuan tersebut. Mhon Bantuannya nggeh...:-)
Mukhamad Fauzi
email: fauzisukses143@gmail.com
No. Hp: 085742427677
No. Hp: 085742427677
Assalamu'alaikum wr wb.
Pak Haji, saya ingin belajar budidaya ikan sidat moa, saya dari Surabaya, apa bisa minta alamat dan no hp nya?
Email: Benhokiku@gmail.com
Hp/wa: 089531233663
Kasian
Posting Komentar