Sidat Kita |
Akhir-akhir ini budaya makan orang Indonesia mulai sedikit berubah, artinya lebih memikirkan keadaan nutrisi makanan sebelum dimakan. Ikan sidat yang sudah terkenal kaya akan nutrisi menjadi kena imbasnya karena sekarang banyak dibuat menjadi macam-macam makanan yang enak sekaligus banyak nutrisinya. Namun, daging ikan yang sekilas mirip belut itu ternyata enak disantap dan penuh nutrisi. Mau coba? Kampung Laut Pangandaran, Jalan Tubagus Ismail No 22 jawabannya.
Di warung seafood tersebut pengunjung akan langsung melihat dua buah akuarium berisi ikan sidat. Memang, bentuk ikan sidat nyaris serupa dengan belut, karena ikan itu masih merupakan keluarga belut. Nama latinnya Angguila Sp.
Ikan itu sering disebut belut bertelinga atau belut moa. Bagian kepalanya mirip ular kobra sementara ukurannya cukup panjang mulai dari 30 cm sampai 1 meter. Lantaran berlendir, ikan tersebut sulit ditangkap.
Menu ikan sidat yang kemudian diberi nama ikan sidat torpede menjadi salah satu menu andalan di Warung Kampung Laut Pangandaran. Dedi (35) pemilik warung tersebut bahkan mengklaim warung tersebut satu-satunya yang menjual ikan sidat di Bandung.
”Idenya muncul karena saya berasal dari Pangandaran. Di Pangandaran banyak ditemukan ikan sidat. Sejak dulu saya dan keluarga memang senang mengonsumsi ikan sidat,” kata Dedi saat ditemui di warungnya, belum lama ini.
Menurut Dedi, ada tiga menu ikan sidat yang ditawarkan di warung tersebut. Ketiganya adalah ikan sidat bakar, pepes ikan sidat, dan ikan sidat goreng. Cara mengolah ikan sidat bakar cukup gampang. Setelah diambil dari akuarium, ikan itu dibersihkan lantas dibelah dua. Kemudian ikan itu dipipihkan dengan palu dan dipotong menjadi beberapa bagian lalu dibubuhi dengan garam.
”Daging ikan sidat sudah gurih, sehingga tidak perlu bumbu lain dan cukup dilumuri dengan garam,” terang Dedi.
Dedi menambahkan, garam yang digunakan untuk membubuhi ikan juga bukan garam biasa. Garam tersebut berupa garam blok dengan tekstur yang lebih kasar. ”Maksudnya agar lebih menyerap,” ujarnya.
Selama 10 menit, ikan itu kemudian dibakar. Saat proses pembakaran, kata dia, ikan itu diolesi minyak goreng. Selain ikan sidat bakar, ada juga ikan sidat pepes yang penuh bumbu. Namun, ikan itu terlebih dulu harus dipesan sehari sebelumnya karena memerlukan proses yang cukup lama.
Ikan sidat tergolong ikan kelas menengah atas karena harganya mahal. Konon, kata Dedi, di Jepang menu ikan sidat yang disebut unagi ini paling mahal di tahun 2000. Harga satu ekor ikan sidat mencapai Rp490 ribu per ekor.
Awalnya, Dedi mengaku menjual ikan sidat per ekor dengan harga Rp50 ribu untuk ukuran kecil. Lantaran ukurannya tak sama untuk masing-masing ikan, konsumen lantas meminta dihitung per ons.
”Harga ikan bisa lebih dari Rp50 ribu atau kurang. Ikan sidat paling besar berukuran 1,5 kilogram dengan panjang 1 meter. Kalau yang paling kecil panjangnya 30 sentimeter dengan diameter 2 sentimeter," tukas Dedi.
By. Sidat Kita
Di warung seafood tersebut pengunjung akan langsung melihat dua buah akuarium berisi ikan sidat. Memang, bentuk ikan sidat nyaris serupa dengan belut, karena ikan itu masih merupakan keluarga belut. Nama latinnya Angguila Sp.
Ikan itu sering disebut belut bertelinga atau belut moa. Bagian kepalanya mirip ular kobra sementara ukurannya cukup panjang mulai dari 30 cm sampai 1 meter. Lantaran berlendir, ikan tersebut sulit ditangkap.
Menu ikan sidat yang kemudian diberi nama ikan sidat torpede menjadi salah satu menu andalan di Warung Kampung Laut Pangandaran. Dedi (35) pemilik warung tersebut bahkan mengklaim warung tersebut satu-satunya yang menjual ikan sidat di Bandung.
”Idenya muncul karena saya berasal dari Pangandaran. Di Pangandaran banyak ditemukan ikan sidat. Sejak dulu saya dan keluarga memang senang mengonsumsi ikan sidat,” kata Dedi saat ditemui di warungnya, belum lama ini.
Menurut Dedi, ada tiga menu ikan sidat yang ditawarkan di warung tersebut. Ketiganya adalah ikan sidat bakar, pepes ikan sidat, dan ikan sidat goreng. Cara mengolah ikan sidat bakar cukup gampang. Setelah diambil dari akuarium, ikan itu dibersihkan lantas dibelah dua. Kemudian ikan itu dipipihkan dengan palu dan dipotong menjadi beberapa bagian lalu dibubuhi dengan garam.
”Daging ikan sidat sudah gurih, sehingga tidak perlu bumbu lain dan cukup dilumuri dengan garam,” terang Dedi.
Dedi menambahkan, garam yang digunakan untuk membubuhi ikan juga bukan garam biasa. Garam tersebut berupa garam blok dengan tekstur yang lebih kasar. ”Maksudnya agar lebih menyerap,” ujarnya.
Selama 10 menit, ikan itu kemudian dibakar. Saat proses pembakaran, kata dia, ikan itu diolesi minyak goreng. Selain ikan sidat bakar, ada juga ikan sidat pepes yang penuh bumbu. Namun, ikan itu terlebih dulu harus dipesan sehari sebelumnya karena memerlukan proses yang cukup lama.
Ikan sidat tergolong ikan kelas menengah atas karena harganya mahal. Konon, kata Dedi, di Jepang menu ikan sidat yang disebut unagi ini paling mahal di tahun 2000. Harga satu ekor ikan sidat mencapai Rp490 ribu per ekor.
Awalnya, Dedi mengaku menjual ikan sidat per ekor dengan harga Rp50 ribu untuk ukuran kecil. Lantaran ukurannya tak sama untuk masing-masing ikan, konsumen lantas meminta dihitung per ons.
”Harga ikan bisa lebih dari Rp50 ribu atau kurang. Ikan sidat paling besar berukuran 1,5 kilogram dengan panjang 1 meter. Kalau yang paling kecil panjangnya 30 sentimeter dengan diameter 2 sentimeter," tukas Dedi.
{ 1 komentar... Views All / Post Comment! }
looks very delicious! thanks!
Michele
Posting Komentar